Siapkanwadah, di dalam wadah kocok telur, gula pasir, SP, garam, dan pasta vanila dengan kecepatan tinggi sampai putih dan kental berjejak. Turunkan kecepatan mikser, masukkan campuran tepung terigu, tepung maizena, dan susu bubuk secara perlahan sambil di kocok rata. Masukkan santan dan minyak goreng secara bergantian, lalu kocok rata.
Abstract Ketersediaan tepung mocaf sebagai hasil fermentasi dari tepung singkong dapat dimanfaatkan sebagai bahan subtitusi dalam pembuatan produk olahan pangan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh subtitusi tepung mocaf sebagai bahan pengganti tepung terigu dalam pembuatan bolu kukus terhadap tingkat kesukaan konsumen dan daya pengembangan bolu kukus yang dihasilkan. Pada penelitian ini, mocaf digunakan dalam pembuatan bolu kukus dengan variasi perbandingan terhadap tepung terigu % sebagai berikut 0100, 1090, 2080, 3070, dan 4060. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bolu kukus yang dihasilkan memiliki nilai uji sensoris yang tidak berbeda nyata pada semua tingkat perlakuan. Rata-rata panelis memberikan nilai “agak suka” terhadap rasa, aroma, tekstur dan warna bolu kukus yang dihasilkan. Rata-rata nilai daya pengembangan berkisar antara 110% sampai dengan 125%. Tidak ada perbedaan yang nyata antara nilai daya pengembangan bolu kukus yang terbuat dari tepung mocaf dengan bolu kukus berbahan tepung terigu 100%. Hal ini menunjukkan bahwa mocaf dapat dijadikan sebagai bahan pengganti tepung terigu dalam pembuatan bolu kukus dengan kualitas produk akhir yang relatif sama dengan bolu kukus berbahan dasar tepung terigu.
Kuebolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan telur dan gula. Terdapat banyak macam kue bolu, misalnya kue tart yang biasa (Rohimah, 2008). Menurut Andriani (2012), kue bolu umumnya dimatangkan dengan 2 cara yaitu, dipanggang di dalam oven dan dikukus. Kue bolu kukus yaitu kue bolu yang dikukus di dalam dandang
Bolu adalah produk bakery yang dibuat dari adonan tepung terigu, gula, telur, lemak dan bahan pengembang kemudian dipanggang. Namun penggunaan tepung terigu mengakibatkan meningkatnya nilai impor gandum sehingga pada penelitian ini tepung terigu disubtitusi dengan pasta ubi kayu. Penambahan telur dan gula serta penggunaan suhu pengovenan akan mempengaruhi struktur, volume pengembangan, dan warna bolu. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui proporsi telur dan gula serta suhu pengovenan yang sesuai sehingga dihasilkan bolu bebas gluten dengan kualitas menyerupai bolu tepung terigu. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan dua faktor. Faktor I adalah proporsi telur dan gula g/g yaitu 12090, 14070, 16050. Faktor II adalah suhu pengovenan yaitu 150°C dan 170°C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua faktor berpengaruh nyata α= terhadap volume pengembangan, porositas, warna crust, springiness, dan hardness. Perlakuan terbaik adalah perlakuan proporsi telur dan gula 160 g 50 g pada suhu pengovenan 170°C. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free A preview of the PDF is not available ... seperti buah dan mentega, serta senyawa pirazin yang mampu menghasilkan aroma khas dipanggang/dikukus pada kue, sedangkan gula memiliki peran dalam pembentukan aroma kue, yakni dengan adanya reaksi Maillard dan reaksi karamelisasi Imami & Sutrisno, 2018. ... Sophia Grace SipahelutSalah satu bahan penunjang dalam membuat kue adalah bahan pewarna. Pewarna yang ditambahkan pada kue bisa terdiri dari pewarna alami maupun pewarna sintetis. Namun sangatlah disayangkan bahwa pada saat ini pewarna kue masih menggunakan pewarna sintetis dan berbahaya bagi kesehatan. Kulit buah naga memiliki potensi sebagai pewarna alami dengan warna merah alami yang dihasilkannya. Tujuan penelitian ini adalah menentukan konsentrasi kulit buah naga yang tepat sebagai pewarna alami dalam pembuatan kue yang paling disukai konsumen. Penentuan kesukaan konsumen menggunakan uji organoleptik dengan 30 panelis semi terlatih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah naga dapat digunakan sebagai perisa alami pada kue. Kue dengan penambahan konsentrasi ekstrak kulit buah naga 20% merupakan produk yang paling disukai oleh konsumen.... Flowchart of cowpea flour makingFerdiansyah, 2015 Flowchart of the Non-gluten sponge cake makingImami & Sutrisno, 2018 ...Ayu Lestari DoloksaribuFadjar Kurnia HartatiThe number of people with autism and celiac disease keeps increasing. One of the efforts to assist the healing process naturally is through food consumption that is healthy, safe, and not carelessly, such as providing non-gluten food. The most favoured non-gluten product alternatives are the sponge cake. To produce a soft and elastic non-gluten sponge cake, then hydrocolloid is required. On the other side, the types and amounts of hydrocolloid are varied, depending on the product's types and ingredients. This research aims to determine the correct type and concentration of hydrocolloid xanthan gum and guar gum towards chemical quality and organoleptic of the non-gluten sponge cake from the best cowpea. This research would also help fulfil food availability and diversity for the increasing number of people with autism and celiac disease, reduce the consumption of wheat flour as the gluten source that is now still imported, and utilise and increase consumption of cowpea locally-sourced food. This research employs Randomised Block Design method consists of two factors hydrocolloid type factor, which consists of two levels xanthan gum and guar gum and hydrocolloid concentration type factor, which consists of three levels 1 gr, 2 gr, and 3 gr. The chemical test parameters involve protein, water, and ash content. The organoleptic test parameters involve colour, aroma, flavour, and texture. This research resulted in the best treatment of the cowpea sponge cake is at the usage of xanthan gum type on the 2 grams concentration HIK2 with the highest Result Value of with research criteria scores as follows flavour = like; texture = like; water content = protein content = colour = rather like; and ash content = Adonan sebelum proofing dan telah dipanggang diukur jari-jarinya secara horizontal dengan 209 D. N. Putri dkk. / agriTECH, 42 3 2022, 206-217 menggunakan jangka sorong, kemudian masingmasing dihitung volumenya dengan rumus setengah bola Imami & Sutrisno, 2018. Volume pengembangan dihitung dengan Persamaan 2. ...... Susu skim menimbulkan aroma wangi karena adanya kandungan laktosa dalam susu skim Alsuhaibani, 2018. Telur memproduksi senyawa pirazin yang menimbulkan aroma khas wangi dan enak saat dipanggang Imami & Sutrisno, 2018. Pisang juga memiliki aroma kuat sebagai bahan utama pada pembuatan makanan. ...MOCAF is the result of processing cassava flour by fermentation, so it has better physicochemical characteristics than cassava flour. Often used as a substitute for flour in food processing, but the protein content is low. The use of MOCAF to make cakes needs to be mixed with other flour, such as corn flour to increase the protein content of cakes. This study aims to determine the effect of a mixture of MOCAF and corn flour on the characteristics of the resulting chiffon cake. Observations were made on the physical, chemical, sensory, and microbiological properties. Based on the analysis of physical, chemical, and sensory tests color, aroma, taste, and texture chiffon cake with a ratio of 70% MOCAF and 30% corn flour was the best treatment with moisture content ash %, protein fat carbohydrates fiber a ratio of chiffon cake swelling power 78, 82%, color hardness N/Cm2, microbes log CFU/g, and mold log CFU/g.The maltodextrin in frozen dough functions as the cryoprotectant to keep the structure of dough and yeast viability during freezing. This study investigated the optimum maltodextrin concentration in the high-protein frozen dough to obtain the best characteristics of sweet bread. The experimental design was a simple, completely randomized design CRD with one factor, maltodextrin concentrations of 0, 1, and 2% w/w. The experiment was done in triplicates with 0% maltodextrin as the control. During ten days of frozen storage, it was found that the addition of maltodextrin significantly affected the number of viable yeast after freezing. Furthermore, the addition of 2% maltodextrin produces the best bread characteristics. Furthermore, the addition of maltodextrin to the frozen dough also protects the water content during proofing which was shown by loaf volume and water content of Furthermore, yeast viability and the gluten content in bread profoundly impacted the optimum elasticity crumb firmness value N/ Linca Arbowati Sri MulyaniAntonius HintonoTujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kualitas telur terhadap, daya kembang, stabilitas daya kembang, morfologi crumb, dan sifat organoleptis sponge cake. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara eksperemental menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL dengan percobaan faktor tunggal yaitu kualitas telur yang terdiri dari 3 kelompok yaitu T1 kualitas telur grade AA H 80-90, T2 kualitas telur grade A HU 60-71, T3 kualitas telur grade B HU 50-59. Masing – masing perlakuan diulangi sebanyak 7 kali. Data hasil pengamatan dianalisis statistik dengan ANOVA Analysis of Varian dan dilanjutkan uji wilayah ganda Duncan dengan taraf signifikansi 5%, sedangkan untuk data sifat organoleptis dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis dan dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Hasil dari penelitian ini bahwa penggunaan kualitas telur yang berbeda mempengaruhi stabilitas daya kembang cake dan tekstur cake. Telur grade A merupakan bahan paling optimum untuk pembuatan sponge cake yang PermatanisaErni Sofia MurtiniMuffin merupakan produk bakeri yang merupakan jenis semi sweet cake dan umumnya bukan merupakan produk sumber serat. Buah sirsak dapat ditambahkan untuk meningkatkan kadar serat kasar pada produk muffin. Namun, penambahan serat dan pengurangan margarin dapat mempengaruhi kualitas muffin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan konsentrasi puree buah sirsak dan margarin optimum untuk menghasilkan muffin dengan volume pengembangan terbaik, densitas, dan baking loss terendah serta kadar serat kasar tertinggi. Metode yang digunakan adalah Response Surface Methodology dengan desain rancangan Central Composite Design dua faktor yaitu konsentrasi puree buah sirsak dan margarin. Batas minimum dan maksimum konsentrasi penambahan puree sirsak dan margarin berturut-turut adalah 15% sampai 70% per berat tepung terigu dan 10% sampai 45% per berat tepung terigu. Muffin dengan penambahan puree sirsak 0% digunakan sebagai muffin kontrol. Muffin optimum dianalisa fisikokimia dan uji hedonik. Hasil optimum didapatkan konsentrasi puree buah sirsak 15% dan margarin 45% per berat tepung dengan volume pengembangan 40,74%, densitas 0,69 g/ml, baking loss 13,04%, dan kadar serat kasar 2,49%. Hasil optimasi menghasilkan muffin optimum dengan kadar serat kasar lebih tinggi daripada muffin kontrol. Hasil uji hedonik menunjukkan muffin optimum memiliki nilai rerata lebih tinggi dari muffin kontrol pada parameter warna, aroma, pori, tekstur, rasa, dan kesukaan and texture of cake are among the important parameters in measuring the quality of cake. The processing conditions play important roles in producing cakes of good quality. Recent studies focused more on the formulation and the manipulation of baking temperature, humidity and time instead of airflow condition. The objective of this study was to evaluate the effects of baking temperature and airflow on the volume development of cake and final cake quality such as volume development, firmness, springiness and moisture content. The cake was baked at three different temperatures 160oC, 170oC, and 180oC, and two different airflow conditions. Baking time, height changes of batter, texture and moisture content of cake were compared to identify the differences or similarities on the final product as the process conditions varied. Results showed that, airflow has more significant effects towards the product quality compared to baking temperature especially on baking time which was - and the rate of height changes which was mm/min. However, different baking temperatures had more significant effects towards volume expansion which was – and the springiness of cake which was compared to airflow Lukman Nurul HudaNoryati IsmailProximate composition, colour, toughness and sensory properties five brands of commercial chicken nuggets were evaluated. The proximate composition of commercial chicken nugget showed significant difference p Emmanuel PurlisThis paper presents a review regarding several aspects of the development of browning during baking of bakery products, mainly from an engineering point of view. During baking, the formation of colour is due to the Maillard reaction, and caramelization of sugars. Besides the major influence of this phenomenon on the initial acceptance of products by consumers, it is the responsible for other relevant changes occurring in food during baking, production of flavour and aroma compounds, formation of toxic products acrylamide, and decrease of nutritional value of proteins. As well as baking, the development of browning in bakery products is a simultaneous heat and mass transfer process that occurs mostly in a non-ideal system under non-ideal conditions. In addition, the mechanisms of chemical reactions involved are still not elucidated completely, so the process is difficult to control and represents a major challenge for food engineers. Effects of browning on properties of products and experimental, modelling and technological aspects of colour formation during baking are proximate and sensory analysis of the cassava-cocoyam supplemented wheat flour rock cake has been made. This was done to investigate the nutritional value and the general acceptability of the cassava flour and cocoyam flour supplemented rock cake. The proximate analysis indicate that the moisture content, ash and the carbohydrate increase with increasing cassava and cocoyam flour concentration. Generally the ash content of composite rock cakes increases as the level of supplementation increases implying that the inorganic nutrients in the composite rock cake is richer than that of wheat rock cake. It is observed from the organoleptic analysis that generally, whole wheat rock cake and cassava and cocoyam supplemented rock cake with cassava and cocoyam flour up to 30% is preferred to rock cake with cassava and cocoyam flour beyond 30%. Thus cassava and cocoyam flour can be used to substitute for wheat flour up to about 30%.Rebecca Y. Rebecca Yi-chia LinThe study was conducted to characterize the effects of xanthan gum on gluten-free bread formulations. An improved gluten-free flour blend consisting of brown rice flour, quinoa flour, and sorghum flour was used with the aim of developing a gluten-free bread formulation comparable to traditional gluten-based bread and commercial gluten-free bread mix. Rheological measurements were taken to analyze the effects of xanthan gum on pre-baked dough formulations. Higher concentrations of xanthan gum were found to decrease the loss factor thus strengthening the elastic properties of the dough, elongating the linear viscoelastic region and increasing the viscosity of the dough. Furthermore, the xanthan gum samples were not independent of frequency and the loss factor decreased as frequency increased. Porosity of samples was also analyzed using imaging technology to determine the average pore size. Pore size increased as xanthan gum concentration increased indicating the ability for xanthan gum to retain gas during the proofing stage before baking. It was concluded that xanthan gum was necessary for a loaf with nice crumb texture, loaf color, and moisture content though different than gluten-based and commercial brand gluten-free bread mix. xanthan gum concentration provided the most desirable post-baked crumb texture, loaf volume, and moisture contentThis paper focuses on understanding the role of structural parameters and starch crystallization on the toughness of cake samples. Accurate mechanical measurements were performed to obtain toughness values, and these were related to structural parameters obtained from image analyses. Three-dimensional skeletons of food samples were generated by using X-ray tomography technique. The structural parameters cell diameter, cell wall thickness, thickness to radius ratio t/R, fragmentation index were obtained after processing of the images with CTan software. The basic hypothesis of the paper is to show that the structural parameter t/R is a determinant for predicting toughness, which is a critical indicator of freshness. Freshness in cakes and other baked products is a leading factor in consumer perception. For this purpose three different cake formulations were stored at 37 and 50 °C. Cycling from these temperatures to lower storage temperatures of 25 and 4 °C was done to accelerate the starch retrogradation rate. Experimental results indicated that there was a strong interrelationship between morphological structure and the mechanical properties with regression coefficients of and Starch retrogradation, which was followed by X-ray diffractometry, was found to be directly proportional to toughness values, where the percent relative crystallinity increased with storage Ekspor Non Migas Sektor PeriodeKemendagKemendag. 2016. Perkembangan Ekspor Non Migas Sektor Periode of Sugar Addition on Textural Properties of the Half-Short CakeE KusinskaKusinska, E. 2007. Effect of Sugar Addition on Textural Properties of the Half-Short Cake. Journal of Food and Nutrition Science 57 2A, and Volume Development of Cake Baking and Its Influence on Cake QualitiesR A MohamadF S TaipS M M KamilS K BejoMohamad, Taip, Kamil, and Bejo, 2015. Color and Volume Development of Cake Baking and Its Influence on Cake Qualities. Journal of Applied Science and Agriculture. 105, 63-68.
Perbedaantepung terigu protein tinggi, sedang, dan rendah /YouTube Tara Papua Official Resep Membuat Kue Bolu Kukus Zebra yang Simple dan Memiliki Cita Rasa Nikmat 3 Agustus 2022, 20:49 WIB. Cemilan Oleh-Oleh ala Toko Kue Ternama, Renyah di Luar Lembut Di Dalam 3 Agustus 2022, 20:26 WIB. Resep Puding Semangka Tema Merah Putih, Cocok
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka dan konsentrasi kuning telur sehingga diperoleh karakteristik cookies koro yang paling baik. Penelitian pendahuluan dilakukan yaitu menentukan formulasi cookies yang terpilih dari tiga macam formulasi modifikasi. Penelitian utama merupakan penelitian lanjutan dari formulasi terpilih pada penelitian pendahuluan, yang menggunakan rancangan acak kelompok RAK dan menggunakan rancangan perlakuan yang terdiri dari 2 faktor, yaitu faktor A perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka dan faktor B Konsentrasi Kuning Telur. Hasil dari penelitian utama yaitu didapat produk cookies perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka terbaik dengan perbandingan 11 dengan konsentrasi kuning telur 12%. Pada penelitian ini, cookies koro untuk analisis kimia mengandung kadar air berkisar 2,5% - 4,5%, kadar protein berkisar 16,92% - 36,60%, sedangkan untuk cookies yang terpilih memiliki kadar lemak 20,36%, dan kadar pati 28,53%, serta untuk analisis fisik menunjukkan bahwa nilai uji kekerasan diperoleh sebesar 0,97mm/10detik/100g dan uji warna menunjukkan parameter kecerahan sebesar warna kromatik a* sebesar dan warna kromatik b* sebesar Kesimpulan yang didapat dari penelitian cookies perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka berpengaruh terhadap karakteristik warna, tekstur, kadar air dan kadar protein cookies, konsentrasi kuning telur berpengaruh terhadap warna, tekstur dan kadar protein cookies, sedangkan interaksi perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka dan konsentrasi kuning telur berpengaruh terhadap warna, tekstur, kadar air dan kadar protein cookies koro. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Pasundan Food Technology Journal, Volume 5, Tahun 2018 146 KAJIAN PERBANDINGAN TEPUNG KACANG KORO PEDANG Canavalia ensiformis DENGAN TEPUNG TAPIOKA DAN KONSENTRASI KUNING TELUR TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES KORO Tantan Widiantara Dede Zainal Arief Eska Yuniar Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan, Jl. No 93, Bandung, 40153, Indonesia E-mail tantanwidiantara Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka dan konsentrasi kuning telur sehingga diperoleh karakteristik cookies koro yang paling baik. Penelitian pendahuluan dilakukan yaitu menentukan formulasi cookies yang terpilih dari tiga macam formulasi modifikasi. Penelitian utama merupakan penelitian lanjutan dari formulasi terpilih pada penelitian pendahuluan, yang menggunakan rancangan acak kelompok RAK dan menggunakan rancangan perlakuan yang terdiri dari 2 faktor, yaitu faktor A perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka dan faktor B Konsentrasi Kuning Telur. Hasil dari penelitian utama yaitu didapat produk cookies perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka terbaik dengan perbandingan 11 dengan konsentrasi kuning telur 12%. Pada penelitian ini, cookies koro untuk analisis kimia mengandung kadar air berkisar 2,5% - 4,5%, kadar protein berkisar 16,92% - 36,60%, sedangkan untuk cookies yang terpilih memiliki kadar lemak 20,36%, dan kadar pati 28,53%, serta untuk analisis fisik menunjukkan bahwa nilai uji kekerasan diperoleh sebesar 0,97mm/10detik/100g dan uji warna menunjukkan parameter kecerahan sebesar warna kromatik a* sebesar dan warna kromatik b* sebesar Kesimpulan yang didapat dari penelitian cookies perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka berpengaruh terhadap karakteristik warna, tekstur, kadar air dan kadar protein cookies, konsentrasi kuning telur berpengaruh terhadap warna, tekstur dan kadar protein cookies, sedangkan interaksi perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka dan konsentrasi kuning telur berpengaruh terhadap warna, tekstur, kadar air dan kadar protein cookies koro. Abstract The research is aimed to know the comparison between koro and tapioca flour with egg yolk concentrate to get a characteristic of the best koro cookies. The first research is done to state the formula of the chosen cookies among three modification formulas. The main research is the advanced of the chosen formula in the first research that using random plan group RPG and two factors of treatment plan, that is factor A comparison koro and tapioca flour and factor B egg yolk concentrate. The result of the main research is cookies product, comparison of koro and the best tapioca flour with ratio 11 with egg yolk concentrate 12%. In this research, koro cookies for chemist analysis contains water degree is about 2,5-4,5%, protein is 16,92-36,60%, while for the chosen cookies contain oil degree 20,36%, and starch degree 28,53%, and for physic analysis show that the value of solid test is amount 0,97mm/10detik/100 gr and colour test show the brightness parameter is 81,28, cromatic a is 7,39 and cromatic b is 28,09. The conclusions of the cookies research is, the comparison of koro and tapioka flour influence to the characteristic of cookies colour, texture, water and protein degree, egg yolk concentrate influence to cookies colour, texture and protein degree. While interaction comparison between koro with tapioca flour and egg yolk concentrate influence to koro cookies colour, texture, water and protein degree. Keywords koro bean flour, tapioca, egg yolk, cookies 1. Pendahuluan Kacang koro pedang Canavalia ensiformis merupakan salah satu tanaman lokal yang dapat ditemukan dengan mudah di Indonesia. Koro pedang kini telah tersebar di seluruh daerah tropis dan telah ternaturalisasi di beberapa daerah, termasuk wilayah Jawa Tengah. Dari kandungan gizi, koro pedang memiliki semua unsur gizi dengan nilai gizi yang cukup tinggi, yaitu karbohidrat protein % , dan serat % Sudiyono, 2010. Kacang koro selain mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi juga mempunyai kelemahan yaitu mengandung senyawa HCN yang bersifat toksik bagi tubuh, jika kadarnya melebihi 10 ppm. HCN ini dapat dihilangkan dengan beberapa perlakuan yaitu dengan perendaman pada Pasundan Food Technology Journal, Volume 5, Tahun 2018 147 kacang koro, serta pengukusan dan perebusan dengan menggunakan suhu relatif tinggi Wardiyono, 2008. Adanya komposisi kimia yang cukup besar yaitu kandungan karbohidrat dan protein pada koro pedang membuka peluang baru untuk memanfaatkan koro pedang sebagai bahan baku produk protein rich flour PRF atau tepung kaya protein. Kandungan protein tepung kaya protein koro sebesar 37,61% sedangkan kandungan protein biji koro pedang sebesar Subagio dkk., 2002. Pengolahan tepung kacang koro pedang sebagai bahan baku pembuatan produk pangan dapat dilakukan sebagai upaya diversifikasi pangan di masyarakat. Salah satu alternatif pemanfaatan tepung kacang koro pedang adalah sebagai bahan baku pembuatan cookies. Cookies adalah kue kering yang rasanya manis dan bentuknya kecil-kecil. Cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila dipatahkan dan penampang potongannya bertekstur padat BSN, 1992. Sebagai makanan yang disukai masyarakat diperlukan peningkatan nilai gizi cookies dan penganekaragaman produk cookies. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan cookies adalah bahan baku utama seperti tepung terigu protein rendah dan bahan penunjang lainnya gula, pati pati jagung, gandum, tapioka, dan sebagainya, kuning telur, bahanbahan pengembang serta shortening dan emulsifier Matz, 1972. Dalam pengolahan cookies hal yang harus diperhatikan adalah kerenyahan. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan cookies dapat mempengaruhi kualitas akhir cookies, terutama tepung yang digunakan. Tepung yang biasa digunakan untuk membuat cookies adalah tepung terigu. Tepung terigu merupakan komoditi impor yang konsumsinya selalu meningkat dari tahun ke tahun. Kenaikan impor gandum tersebut untuk konsumsi terigu atas makanan yang berbasis tepung terigu. Selama ini yang paling sering digunakan dalam berbagai pembuatan kue atau cookies adalah tepung terigu, sedangkan komoditi lokal jarang digunakan Pertiwi, dkk., 2006. Usaha untuk mengurangi ketergantungan tepung terigu, seharusnya kita mulai mencari bahan baku lokal pengganti tepung terigu yang dapat diolah menjadi produk pangan komersial. Beberapa bahan baku yang telah digunakan sebagai pengganti tepung terigu diantaranya singkong, ubi jalar, tepung beras, sorgum, sagu dan sebagainya. Dalam pembuatan cookies, dapat digunakan tepung kacang koro pedang dan tepung tapioka sebagai pengganti tepung terigu. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong. Komposisi zat gizi tepung tapioka lebih baik bila dibandingkan dengan tepung jagung, kentang, dan gandum atau terigu. Tepung tapioka yang digunakan berfungsi sebagai pengikat bahan-bahan lain, dan pendistribusian bahan-bahan lain secara merata. Tepung tapioka dapat digunakan sebagai pengganti tepung terigu walaupun tidak mengandung gluten karena dalam pembuatan cookies tidak diperlukan gluten untuk pengembangan adonan. Penambahan tepung kacang koro dapat menambah kandungan protein pada cookies yang dihasilkan, karena tepung kacang koro memiliki kandungan protein yang tinggi. Selain bahan baku, bahan penunjang seperti konsentrasi telur pun berpengaruh terhadap kerenyahan cookies. Dalam pembuatan cookies sering digunakan pengemulsi guna mendapatkan adonan lebih kompak dan kokoh. Pengemulsi yang umum digunakan adalah telur yang dapat melembutkan tekstur cookies dari daya pengemulsi lesitin yang terdapat dalam kuning telur. Konsentrasi kuning telur berpengaruh terhadap tekstur cookies yang dihasilkan, selain sebagai pengemulsi, kuning telur juga berfungsi untuk menambah warna dan rasa, memberikan zat gizi protein dan lemak esensial serta memiliki sifat dapat mengikat udara sehingga jika digunakan dalam jumlah banyak akan diperoleh cookies yang lebih mengembang. Penggunaan kuning telur tanpa putih telur akan menghasilkan cookies yang lembut Amaliafitri, 2010. 2. Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan formulasi cookies yang terpilih dari 3 macam formulasi modifikasi, yang akan digunakan untuk penelitian utama. Penelitian utama merupakan penelitian lanjutan dari formulasi terpilih dari penelitian pendahuluan. Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui perbandingan tepung kacang koro dengan tepung tapioka serta konsentrasi kuning telur yang memiliki karakteristik baik pada cookies sehingga diterima oleh konsumen, yaitu dengan cara menentukan perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka 31, 21, dan 11 dan konsentrasi kuning telur 8%, 10%, dan 12% dengan suhu yang sama yaitu 180oC dan juga lama pemanggangan yang sama selama 10 menit. Rancangan percobaan yang dilakukan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok RAK dengan pola faktorial 3x3 dengan 3 kali ulangan. Adapun variabel yang digunakan adalah perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka A yang digunakan dan konsentrasi kuning telur B. Rancangan respon yang akan dilakukan dalam penelitian utama yang dilakukan meliputi respon organoleptik, respon kimia dan respon fisik. Uji organoleptik akan dilakukan terhadap warna, aroma, dan rasa dari cookies koro, yang diujikan kepada panelis untuk dinilai dari masingmasing perlakuan. Uji organoleptik dilakukan berdasarkan tingkat kesukaan panelis dengan menggunakan metode preference test berdasarkan uji hedonik Soekarto, 1985. Analisis yang dilakukan pada cookies koro yaitu analisis kadar air Pasundan Food Technology Journal, Volume 5, Tahun 2018 148 dengan Metode Gravimetri AOAC, 1995, karbohidrat pati dengan Metode Luff Schoorl AOAC, 1995, protein dengan Metode Kjedahl AOAC, 1995, kadar lemak dengan Metode Soxhlet AOAC, 1995. Analisis yang dilakukan setelah diperoleh perlakuan terbaik dari respon organoleptik dan respon kimia kemudian dilakukan respon fisika secara kuantitatif, yaitu uji kekerasan dengan menggunakan alat penetrometer Sumarmono, 2012 dan uji warna dengan metode kalorimetri Bassett, dkk, 1994. 3. Hasil dan Pembahasan Hasil Penelitian Pendahuluan 1. Uji Organoleptik Berdasarkan hasil uji mutu hedonik didapatkan hasil bahwa formulasi 3 adalah formulasi terpilih karena memiliki banyak keunggulan bila dibandingkan dengan formulasi 1 dan 2. Hasil respon organoleptik dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Formulasi Terpilih Cookies Koro Hasil analisis variansi ANAVA menunjukan bahwa formulasi 1, 2 dan 3 tidak berpengaruh nyata terhadap penilaian warna yang dihasilkan, akan tetapi nilai rata-rata dari atribut warna sampel 136 lebih tinggi dibandingkan dengan sampel 179 dan 742, sehingga perbandingan sampel 136 lebih disukai oleh panelis. Penilaian terhadap rasa pada formulasi 2 lebih disukai panelis dibandingkan dengan formulasi 1 dan 3. Hal ini karena konsentrasi tepung koro dan tepung tapioka yang setara banyaknya. Tepung koro yang dihasilkan masih terdapat HCN meskipun dengan konsentrasi kecil yang rasanya pahit. Jadi semakin banyak penambahan tepung koro dapat mempengaruhi rasa pada cookies koro yaitu menghasilkan aftertaste yang pahit. Pada formulasi 2 digunakan tepung koro 20% dan tepung tapioka 20%. Gula dapat mengurangi rasa pahit. Pada formulasi 2 digunakan gula sebanyak 22%. Selain gula, susu bubuk juga dapat memperbaiki rasa. Penambahan susu bubuk pada formulasi 2 lebih banyak dibanding formulasi 1 dan 3. Penilaian terhadap aroma pada formulasi 3 lebih disukai panelis dibandingkan dengan formulasi 1 dan 2. Aroma pada produk pangan dapat dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan dan proses pengolahannya. Aroma yang timbul pada cookies koro pada formulasi 3 ini memiliki aroma khas kacang koro karena penambahan tepung koronya lebih banyak jika dibandingkan dengan formulasi 1 dan 2. Selain itu, penambahan margarin juga dapat menambah nilai aroma karena pada formulasi 3 penambahan margarinnya lebih banyak yaitu 22%, dibanding dengan formulasi 1 yaitu 11,55% dan formulasi 2 yaitu 18%. Penilaian terhadap tekstur pada formulasi 3 lebih disukai panelis dibandingkan dengan formulasi 1 dan 2. Hal ini karena penambahan banyaknya tepung koro, tepung tapioka maupun kuning telur. Tekstur suatu produk berkaitan dengan kadar air dan kadar protein dimana semakin tinggi kadar protein akan semakin menyerap air. Daya serap air tergantung dari mutu protein dan jumlah kandungan asam amino polar dalam protein tepung. Menurut Windrati 2010, asam amino yang mempunyai nilai terbesar pada tepung kacang koro pedang adalah asam glutamat. Asam glutamat termasuk asam amino yang bermuatan polar, maka asam amino ini mudah menyerap air sehingga apabila tepung kacang koro pedang digunakan dalam pembuatan cookies akan menghasilkan cookies yang memiliki tekstur padat. Semakin banyak penambahan tepung tapioka maka tekstur cookies semakin ringan dan berongga. Pada penambahan kuning telur, semakin banyak, semakin basah adonan sehingga menghasilkan tekstur cookies yang kurang menarik. Selain itu, penambahan banyaknya margarin juga berpengaruh terhadap tekstur cookies. Sifat plastis pada margarin menyebabkan adonan memiliki daya gabung dengan udara lebih besar. Karena margarin bersifat plastis sehingga adonan yang dihasilkan mudah dibentuk produk akhir yang renyah. Lemak membentuk lapisan tipis yang membungkus dan memisahkan partikel-partikel tersebut sehingga partikel tidak berikatan terlalu kompak yang menyebabkan udara mudah menerobos dan keluar pada proses pemanasan Estiasih, 2013. 2. Kadar HCN Tabel 3. Hasil analisis kadar HCN pada cookies koro Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa kadar HCN pada formulasi 3 lebih tinggi dibandingkan dengan formulasi 1 dan 2 karena penambahan tepung koronya memang lebih banyak pada formulasi 3 dibanding formulasi 1 dan 2. Setelah didapatkan formulasi terpilih dari respon organoleptik formulasi 3 kemudian dilakukan uji kadar air, protein, lemak dan pati. Kadar air pada formulasi 3 sebanyak 4%, kadar protein sebanyak 5,52%, kadar lemak sebanyak 24,55% dan kadar pati sebanyak 20,07%, sehingga dapat disimpulkan bahwa formulasi terpilih pada penelitian pendahuluan adalah formulasi 3, sehingga formulasi tersebut selanjutnya akan digunakan dalam penelitian utama. Pasundan Food Technology Journal, Volume 5, Tahun 2018 149 Hasil Penelitian Utama 1. Uji Organoleptik a. Warna Berdasarkan hasil analisis variansi terhadap hasil respon organoleptik warna, dapat diketahui bahwa adanya pengaruh nyata terhadap perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka, konsentrasi kuning telur serta interaksi perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka dan konsentrasi kuning telur. Hasil Analisis variasi respon organoleptik warna dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Pengaruh perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka dan konsentrasi kuning telur terhadap warna cookies koro Keterangan Setiap huruf yang berbeda menunjukan adanya perbedaan yang nyata pada taraf 5% uji Duncan Huruf kecil dibaca horizontal dan huruf besar dibaca secara vertikal. Tabel 4 menunjukkan bahwa pada interaksi perlakuan a3b3 yaitu perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka 11 dengan konsentrasi kuning telur 12% memiliki warna yang paling tinggi dengan nilai rata-rata 2,34, sedangkan interaksi perlakuan a1b1 yaitu perbandingan tepung koro 31 dengan konsentrasi kuning telur 8% menunjukkan hasil penilaian paling rendah dengan nilai rata-rata 2,12, dimana penambahan terbanyak tepung koro ini kurang disukai oleh panelis. Hal ini disebabkan warna yang dihasilkan oleh cookies berasal dari warna tepung yang digunakan. Timbulnya perbedaan warna ini dikarenakan tepung kacang koro pedang memiliki warna yang terlihat lebih kuning dan lebih gelap. Pigmen kuning yang dimaksud adalah karotenoid. Pigmen karotenoid memiliki sifat fisika kimia yang tidak stabil terhadap suhu, cahaya, dan pH. Tepung koro kaya akan protein. Menurut Astriani 2013, kandungan protein yang lebih tinggi dapat menyebabkan cookies menjadi lebih coklat. Apabila protein pada tepungtepungan bereaksi dengan gula pereduksi akan menyebabkan terjadinya reaksi browning atau pencoklatan membentuk senyawa mellanoidin. Maka dari itu proporsi tepung koro yang lebih banyak akan menghasilkan warna yang lebih coklat meskipun suhu dan lama pemanggangannya sama. Selain tepung koro, kuning telur pun berfungsi memperbaiki warna pada cookies, semakin banyak penambahan kuning telur maka warna cookies semakin pekat. Menurut Muchtadi 2010, kuning telur memiliki pigmen kuning dari xantofil, lutein, beta karoten dan kriptoxantin. b. Rasa Menurut Winarno 1997, rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti senyawa kimia, suhu, konsentrasi komponen-komponen bahan penyusun cookies dan interaksi komponen rasa yang lain. Rasa cookies berasal dari bahan pembentuk adonan yaitu tepung koro, kuning telur, dan margarin. Menurut Matz dan Matz 1978 dalam Soliha 2008, gula sebagai bahan pemanis dan garam sebagai bahan membangkitkan rasa pada bahan lainnya, sehingga kedua bahan tersebut dapat meningkatkan kelezatan cookies. Cookies koro memiliki rasa yang khas koro yaitu sedikit pahit dan getir, hal tersebut dikarenakan masih adanya asam sianida yang terkandung meskipun dalam konsentrasi yang kecil. Karena pada saat pembuatan cookies koro proporsi gula dan garamnya sedikit dari setiap perlakuan maka hampir semua panelis tidak menyukai rasa cookies koro karena masih ada rasa pahitnya, sehingga rasa dari setiap perlakuan tidak berbeda nyata. c. Aroma Aroma pada cookies dipengaruhi oleh beberapa bahan yang digunakan, antara lain lemak margarin, susu, kuning telur dan tepung. Aroma cookies tercium terutama saat cookies dipanggang Setser, 1995 dalam Millah, 2013. Aroma yang keluar dari cookies diduga disebabkan adanya reaksi lemak yang ada pada formulasi cookies saat pemanggangan. Gula dan lemak mengalami perubahan konsistensi yaitu meleleh. Selama pemanggangan, pati akan mengalami gelatinisasi, gas CO2 dan komponen aroma dibebaskan Sugiyono, 2011 dalam Azizah, 2013. Karena pada saat uji organoleptik cookies koro disajikan saat sudah dingin, maka aroma dari cookies tidak terlalu signifikan perbedaanya. Hal ini dipengaruhi karena senyawa volatil yang mudah menguap sehingga aroma dari setiap perlakuan tidak berbeda nyata. c. Tekstur Berdasarkan hasil analisis variansi terhadap hasil respon organoleptik warna, dapat diketahui bahwa adanya pengaruh nyata terhadap perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka, konsentrasi kuning telur serta interaksi perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka dan konsentrasi kuning telur. Hasil Analisis variasi respon organoleptik tekstur dapat dilihat pada tabel 5. Pasundan Food Technology Journal, Volume 5, Tahun 2018 150 Tabel 5. Pengaruh perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka dan konsentrasi kuning telur terhadap tekstur cookies koro Keterangan Setiap huruf yang berbeda menunjukan adanya perbedaan yang nyata pada taraf 5% uji Duncan Huruf kecil dibaca horizontal dan huruf besar dibaca secara vertikal. Pada Tabel 5 dapat dilihat pada interaksi perlakuan a2b2 yaitu perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka 21 dengan konsentrasi kuning telur 10% memiliki tekstur yang paling disukai panelis dengan nilai rata-rata 2,35, sedangkan interaksi perlakuan a1b1 yaitu perbandingan tepung koro 31 dengan konsentrasi kuning telur 8% menunjukkan hasil penilaian paling rendah dengan nilai rata-rata 2,12, dimana penambahan terbanyak tepung koro ini kurang disukai oleh panelis. Tepung koro tinggi akan protein dan tepung tapioka tinggi akan amilopektin. Menurut Windrati 2010, asam amino yang mempunyai nilai terbesar pada tepung kacang koro pedang adalah asam glutamat. Asam glutamat termasuk asam amino yang bermuatan polar, maka asam amino ini mudah menyerap air sehingga apabila tepung kacang koro pedang digunakan dalam pembuatan cookies akan menghasilkan cookies yang memiliki tekstur padat. Tingkat pengembangan dan tekstur suatu bahan pangan salah satunya dipengaruhi oleh rasio amilosa dan amilopektin. Tepung tapioka memiliki amilopektin yang lebih tinggi dari amilosa. Dimana jika mengandung kadar amilopektin yang lebih tinggi produk yang dihasilkan cenderung akan lebih rapuh, sedangkan jika mengandung amilosa yang tinggi produk yang dihasilkan teksturnya akan lebih kokoh. Menurut Moorthy 2004, kadar amilosa tepung tapioka berada pada kisaran 20-27% sedangkan amilopektinnya sebesar 83%. Selain itu, kuning telur juga berpengaruh terhadap tekstur cookies. Kuning telur berfungsi untuk melembutkan cookies apabila proporsinya pas, jika terlalu banyak, cookies akan lebih mengembang dan kurang renyah, jika terlalu sedikit cookies akan mudah hancur karena kuning telur berfungsi juga sebagai pengikat dan pengemulsi Farida, dkk, 2008. 2. Kadar Air Kadar air merupakan karakteristik kimia yang sangat berpengaruh pada bahan pangan karena dapat mempengaruhi penampakan, tekstur dan citarasa makanan. Kadar air dalam suatu bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut. Kadar air juga dapat mempengaruhi sifat-sifat fisik seperti kekerasan. Hasil perhitungan analisis variansi kadar air menunjukan bahwa faktor perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka dan interaksi antara perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka dan konsentrasi kuning telur berpengaruh nyata terhadap respon kadar air cookies. Sedangkan pada faktor konsentrasi kuning telur tidak berpengaruh nyata. Hasil Analisis variasi respon kimia analisis kadar air dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Pengaruh perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka dan konsentrasi kuning telur terhadap kadar air cookies koro. Keterangan Setiap huruf yang berbeda menunjukan adanya perbedaan yang nyata pada taraf 5% uji Duncan Huruf kecil dibaca horizontal dan huruf besar dibaca secara vertikal. Pada Tabel 6 dapat dilihat pada interaksi perlakuan a3b1 yaitu perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka 11 dengan konsentrasi kuning telur 8% memiliki kadar air yang paling rendah dengan nilai rata-rata 2,5%, sedangkan interaksi perlakuan a1b2 yaitu perbandingan tepung koro 31 dengan konsentrasi kuning telur 10% menunjukkan hasil penilaian paling tinggi dengan rata-rata 4,5. Peningkatan kadar air diduga ada hubungannya dengan tingginya kadar serat didalam tepung koro yaitu sebesar 2,23%, dimana serat mempunyai sifat mengikat air dengan ikatan yang cukup kuat sehingga semakin banyak proporsi tepung koro yang ditambahkan maka semakin tinggi kadar air. Hal ini didukung pernyataan Hood 1980, bahwa serat dalam suatu bahan dapat mengikat air dan walaupun Pasundan Food Technology Journal, Volume 5, Tahun 2018 151 dilakukan pemanasan, air yang diuapkan relatif kecil dan kandungan air yang tertinggal dalam bahan masih ada. Selain itu, penambahan kuning telur juga dapat meningkatkan kadar air karena kuning telur mengandung protein yang dapat mengikat air. Pada saat pengeringan air yang terikat oleh protein tersebut menjadi sulit diuapkan dan menyebabkan cookies yang dihasilkan mempunyai kadar air yang semakin tinggi dengan semakin banyaknnya penambahan kuning telur. Kandungan air yang terlalu tinggi pada cookies akan menyebabkan cookies kurang renyah, sedangkan cookies dengan kandungan air rendah menghasilkan cookies yang kering dan remah mudah hancur. 3. Kadar Protein Berdasarkan hasil analisis variansi terhadap hasil respon kimia analisis protein, dapat diketahui bahwa adanya pengaruh nyata terhadap perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka, konsentrasi kuning telur serta interaksi perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka dan konsentrasi kuning telur. Hasil Analisis variasi respon kimia analisis kadar protein dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Pengaruh perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka dan konsentrasi kuning telur terhadap kadar protein cookies koro. Keterangan Setiap huruf yang berbeda menunjukan adanya perbedaan yang nyata pada taraf 5% uji Duncan Huruf kecil dibaca horizontal dan huruf besar dibaca secara vertikal. Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat pada interaksi perlakuan a1b3 yaitu perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka 31 dengan konsentrasi kuning telur 12% memiliki kadar protein yang paling tinggi dengan nilai rata-rata 36,60%, sedangkan interaksi perlakuan a3b1 yaitu perbandingan tepung koro 11 dengan konsentrasi kuning telur 8% menunjukkan hasil penilaian paling rendah dengan nilai rata-rata 16,92. Hal ini dapat disebabkan perbedaan perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka dan proporsi kuning telur yang bervariasi yang digunakan pada cookies. Serta banyaknya susu skim yang ditambahkan. Semakin banyak proporsi tepung koro, kuning telur dan susu skim semakin tinggi kadar proteinnya. Protein yang terkandung didalam cookies dipengaruji oleh komposisi bahan penyusun. Dalam pembuatan cookies bahan penyusunnya meliputi tepung, susu skim, kuning telur, gula halus, vanili, margarin, garam dan baking powder. Dari semua bahan penyusunnya, ada beberapa bahan yang kaya akan protein diantaranya adalah tepung, susu skim, dan kuning telur. Menurut Mahmud 2009, kuning telur mengandung protein sebanyak 16%, susu skim mengandung protein sebanyak 26,15% Smith, 1972, sedangkan kandungan protein pada tepung yang digunakan yaitu tepung koro 37,61 % Subagio, dkk, 2002 dan tepung tapioka 1,1 % Tri dan Agusto, 1990. Berdasarkan hasil analisis kimia dan uji organoleptik terhadap produk cookies koro menggunakan perhitungan uji ranking, perlakuan yang terbaik adalah kode sampel a3b3 yang kemudian dilakukan analisis kadar lemak, pati, kekerasan penetrometri dan warna colorimetri. 4. Kadar Lemak Hasil analisis kadar lemak pada cookies koro dengan perlakuan terpilih a3b3, perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka 11 dan konsentrasi kuning telur sebanyak 12% adalah sebesar 20,36%. Hal ini memenuhi SNI 01-2973-1992 dengan kadar lemak minimal cookies kue kering yaitu 9,5%. Lemak didalam makanan memegang peranan penting ialah lemak netral glycerin. Lemak memiliki efek shortening pada makanan yang dipanggang seperti biskuit, kue kering dan roti sehingga menjadi lezat dan renyah. Lemak akan memecah struktur kemudian melapisi pati dan gluten, sehingga menghasilkan kue kering yang renyah Haryanto, 2009. Menurut Matz 1978, dalam Haryanto 2009, menyatakan bahwa lemak dapat memperbaiki struktur fisik seperti pengembangan, kelembutan, tekstur dan aroma. Tingginya kadar lemak disebabkan karena bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies yang cukup tinggi seperti margarin ataupun kuning telur. Menurut Hui 1996, margarin terdiri 80-81% total lemak. Hal ini didukung juga pendapat De Man 1999, margarin mengandung sejumlah besar lipid dan sebagian dari lipid itu terdapat dalam bentuk terikat sebagai lipoprotein. 5. Kadar Pati Hasil analisis kadar pati pada cookies koro dengan perlakuan terpilih a3b3, perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka 11 dan konsentrasi kuning telur sebanyak 12% adalah sebesar 28,53%. Sedangkan hasil analisis kadar protein perlakuan terpilih adalah sebesar 24,04%. Semakin rendah kandungan protein pada cookies maka kandungan pati semakin tinggi. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan glikosidik. Sifat pati tergantung dari panjang rantai C-nya serta rantai molekul bercabang atau lurus. Monomer dari pati adalah glukosa yang berikatan bersama dan membentuk karbohidrat kompleks. Pati merupakan polimer glukosa, oleh karena itu kandungan ada keterkaitan antara kandungan protein pada tepung kacang koro pedang dengan kadar pati pada cookies yang dihasilkan. 6. Kekerasan Penetrometri Uji kekerasan dengan menggunakan penetrometer, cookies perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka 11 dan konsentrasi kuning telur sebanyak 12% dilakukan sebanyak 10 kali Pasundan Food Technology Journal, Volume 5, Tahun 2018 152 ulangan dengan sepuluh titik yang diuji dalam 1 cookies, diperoleh nilai sebesar 0,97 mm/detik/100 g. Semakin kecil nilai yang didapatkan maka tingkat kekerasan semakin besar, sedangkan jika semakin besar nilai yang didapatkan maka tingkat kekerasannya semakin kecil. Nilai kekerasan cookies menunjukkan kedalaman jarum yang ditusukkan kedalam cookies. Semakin dalam tusukan atau semakin besar nilai kekerasan cookies, maka cookies tersebut semakin rapuh. Tesktur suatu produk berkaitan dengan kadar air dan kadar protein dimana semakin tinggi kadar protein akan semakin menyerap air. Menurut Sultan dalam Makmoer 2006, daya serap air tergantung dari mutu protein dan jumlah kandungan asam amino polar dalam protein tepung. Kadar protein tinggi yang terkandung dalam tepung koro akan meningkatkan daya serap air sehingga tekstur cookies yang dihasilkan akan kokoh. Pada saat pemanggangan, terjadi proses kenaikan suhu yang mengakibatkan terbentuknya uap air dan terbentuknya gas CO2. Jika lama pemanggangan ideal maka panas akan berpenetrasi dengan cepat pada bagian bawah dan atas cookies sehingga menyebabkan hilangnya gas pengembang dan air pada bagian tersebut. Tapi bila lama pemanggangan terlalu lama, memungkinkan penetrasi panas pada bagian bawah dan atas cookies yang justru dapat membuat tekstur cookies menjadi lebih keras. 7. Uji Warna Colorimetri Pada analisis colorimeter notasi L* menyatakan parameter kecerahan Lightness antara 0-100 yaitu hitamputih. Notasi a* positif menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai a negatif dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b* positif menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai b* negatif dari 0 sampai -70 untuk warna biru. Intensitas warna menggunakan colorimeter pada cookies dengan perlakuan terbaik perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka 11 dan konsentrasi kuning telur sebanyak 12% menunjukkan bahwa parameter kecerahan Lightness sebesar artinya warna mendekati putih terang, warna kromatik a* sebesar artinya terdapat sedikit warna merah dan warna kromatik b* sebesar artinya warna ke kuning-kuningan. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut 1. Penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa formulasi tiga 3 merupakan formulasi terpilih berdasarkan respon organoleptik. 2. Perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka berpengaruh secara mandiri terhadap warna, tekstur, kadar air dan protein cookies koro, sedangkan konsentrasi kuning telur berpengaruh terhadap warna, tekstur dan kadar proteinnya saja. 3. Interaksi perbandingan tepung koro dengan tepung tapioka dan konsentrasi kuning telur berpengaruh terhadap warna, tekstur, kadar air dan protein cookies koro. Daftar Pustaka 1. AOAC, 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Analytical Chemists, Washington 2. Amaliafitri, A. 2010. Sukses Olah Sponge Cake Cantik. 304/302270/large. diaskes pada tanggal 31 Maret 2016. 3. Astriani. D., 2013, Gula Reduksi. 30 Agustus 2016. 4. Azizah, 2013. Kajian Perbandingan Tepung Mocaf Modified Cassava Flour Yang Disubstitusi Tepunh Kacang Koro Pedang Dan Lama Pemanggangan Dalam Pembuatan Cookies. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan, Bandung. 5. Bassett, J., Denney, Jeffery, dan Mendham, J. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Kedokteran EGC, Jakarta. 6. BSN. 01-2973-1992. Standar Biskuit. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta. 7. deMan. 1999. Principle of Food Chemistry. Connecticut The Avi Publishing Co., Inc., Westport Estiasih, T. 2013. Karakteristik Cookies Umbi Inferior Uwi Putih Kajian Proporsi Tepung Uwi Pati Jagung dan Penambahan Margarin, Universitas Brawijaya. 8. Farida, Anny. 2008. Patiseri. Jakarta Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. men/ 9. Gasperz, Vincent. 1995. Teknik Analisis Dalam Penelitian Percobaan, Jilid 1. Bandung Tarsito 10. Haryanto, B. Dan Pangloli, P. 2009. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius. Yogyakarta. 11. Hood, 1980. Carbohydrates and Health. AVI Publishing Company Inc. Westport. Connecticut 12. Hui, Y. H., 1996. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products Vol 4. Edible Oil and Fat Products Processing Technology. John Wiley & Sons, New York 13. Mahmud, M. 2009. Tabel Kompisisi Pangan Indonesia. PT. Gramedia, Jakarta. 14. Matz, S. A. 1972. Bakery Technology and Engineering. Second Edition. The Avi Publishing Co, Inc, Westport, Connecticut. 15. Matz, Samuel. A, dan TD. Matz. 1978. Cookies and Cracker Technology. The Avi Publishing Co, Inc, Westport, Connecticut. 16. Millah, I., 2013. Pembuatan Cookies Kue Kering Dengan Kajian Penambahan Apel Manalagi Pasundan Food Technology Journal, Volume 5, Tahun 2018 153 Mallus sylvestris Mill Subgrade dan Margarin. http// 014/ Diakses 30 Agustus 2016 17. Moorthy, S. N. 2004. Tropical Sources of starch. Didalam Ann Charlotte Eliason ed. Starch in Food Structure, Function, and Application. CRC Press, Baco Raton, Florida 18. Muchtadi, Tien R., dan Ayustaingwarno, Fitriyono. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Cetakan keempat. Alfabeta. Bandung. 19. Pertiwi, D. 2006. Pengaruh Perbandingan Tepung Kacang Koro dan Tepung Terigu Dengan Pemanggangan Terhadap Karakteristik Biskuit Kacang Koro. Tugas Akhir, Jurusan Teknologi Pangan Fakultas Teknik Universitas Pasundan 20. Setser CS. 1995. Sensory Evaluation. Didalam Kramel BS dan CE Stauffer Eds. Advances in Baking Technology. Blakie Academic and Proffesional, Glasgow 21. Smith, 1972. Biscuit, Crackers and Cookies. Technology. Production and Management. Applied Science Publisher, London. 22. Soekarto, 1985. Penilaian Organoleptik. Bhratara Karya Aksara, Jakarta. 23. Soliha, I. 2008. Aplikasi Penggunaan Tepung Daging Sapi Sebagai Bahan Substitusi Sebagian Tepung Terigu dalam Pembuatan Cookies. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, IPB Bogor. Bogor. 24. Standar Nasional Indonesia. 1992. Biskuit. No. 01-2973-1992. Jakarta. 25. Subagio. A., Witono. Y., dan Wiwik SW. 2002. Protein dan Globullin dari Beberapa Jenis Koro-Koroan. Prosiding Seminar Nasional PATPI Kelompok Gizi dan Keamanan Pangan. 26. Sudiyono. 2010. Penggunaan Na2HCO3 untuk Mengurangi Kandungan Asam Sianida HCN Koro Benguk pada Pembuatam Koro Benguk Goreng..Agrika. 48-53 27. Sumarmono, Juni. 2012. Pengukuran Keempukan Daging Dengan Penetrometer. Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan UNSOED Purwokerto revisi Mei 2012. 28. Tri Radiyati dan Agusto, Tepung tapioka perbaikan. Subang BPTTG Puslitbang Fisika Terapan – LIPI, 1990 Hal. 10-13. 29. Wardiyono, 2008. Detail Data Cassia fistula. diakses pada 12 April 2016. 30. Winarno, Fardiaz, S., dan Fardiaz, D. 1997. Pengantar Teknologi Pangan. Edisi Ke-3. Penerbit Gramedia. Jakarta. 31. Windrati, W. S. Dkk. 2010 “Sifat Nutrisional protein Rich Flour PRF Koro Pedang Canavalia ensiformis L”. Jurnal Agrotek Vol. 4 ... The texture is affected by the ratio of amylose to amylopectin. A more brittle or firmer texture is formed with higher amylopectin or amylose, respectively Widiantara et al., 2018. Furthermore, high water content also affects the texture of food products. ...... Tingginya kadar air pada kulit pie yang dihasilkan dapat disebabkan karena kandungan serat pada tepung mocaf yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung terigu. Menurut Widiantara et al. 2018 bahwa peningkatan kadar air kemungkinan dikarenakan tingginya kadar serat dalam tepung yang digunakan. Serat dapat mengikat air dengan ikatan yang cukup kuat walaupun dilakukan pemanasan. ...Noli NovidahliaCici FitrianiDistya Riski HapsariPie is processed food products consisting of pie crust dough and filling. A good pie crust is crispy and crumbs but not easily to crumble. In this research, pie crust were made using mocaf flour and catfish dumbo head flour. The purpose of this research was to study the effect of mocaf flour and catfish dumbo head flour substitution on physicochemical and sensory pie crust. The method used was analysis of variance RAL with one factor that is the ratio betwn mocaf flour and catfish dumbo head flour with four treatment levels, 1000, 955, 9010, and 8515. The product analysis included sensory tests sensory and hedonic quality and chemical tests moisture content, protein content, and calcium content. The result showed that pie crust with treatment mocaf 5% catfish head flour 15% produced a product with good chemical composition and sensory quality.... Penambahan margarin dan telur pada adonan cookies maka akan meningkat pula kadar lemak pada cookies. Meningkatnya kadar lemak juga dapat disebabkan oleh margarin mengandung sejumlah besar lipid dan sebagian dari lipid itu terdapat dalam bentuk terikat sebagai lipoprotein Widiantara, 2018. ...Herna WatiAntioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat radikal bebas dengan cara memberikan elektron ke senyawa lainnya agar menjadi stabil. cookies pasta ubi jalar ungu dan tepung oat berpotensi sebagai makanan fungsional. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui aktivitas antioksidan, daya terima panelis dan kandungan gizi diperoleh pada cookies dengan penambahan pasta ubi jalar ungu dan tepung oat. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dua faktor yaitu formulasi cookies pasta ubi jalar ungu dan tepung oat suhu Penelitian ini meliputi analisis aktivitas antioksidan, organoleptik dan proksimat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perlakuan F3K1 menunjukkan persen inhibisi tertinggi sebesar 64,60% dengan IC50 59 µg/ml. Perlakuan F1K3 menunjukkan persen inhibisi terendah sebesar 31,58% dengan IC50 257 µg/ml. Uji organoleptik warna tertinggi diperoleh pada perlakuan F1K2 3,73 suka, dan terendah perlakuan F2K1 2,99 biasa. Uji aroma tertinggi diperoleh pada perlakuan F1K1 3,87 suka, dan terendah perlakuan F2K1 3,09 biasa. Uji rasa tertinggi diperoleh pada perlakuan F1K2 3,88 suka, dan terendah perlakuan F3K3 3,11 biasa. Uji organoleptik tekstur tertinggi diperoleh pada perlakuan F1K2 3,88 suka, dan terendah perlakuan F3K3 2,95 biasa. Uji organoleptik keseluruhan tertinggi diperoleh pada perlakuan F1K2 3,88 suka, dan terendah perlakuan F3K3 3,08 biasa. Kandungan gizi cookies dengan aktivitas antioksidan tertinggi yaitu kadar air 3,12%, kadar abu 2,51%, kadar protein 10,49%, kadar lemak 31,50%, dan kadar karbohidrat 51,37%. Penambahan pasta ubi jalar ungu dan tepung oat dapat mempengaruhi nilai aktivitas antioksidan sehingga cookies dapat berpotensi sebagai makanan Syifahaque Siswanti SiswantiWindi Atmakap> Cookies are one of the most popular snacks. In order to reduce imports of wheat, an alternative that can be done is replacing wheat flour with sorghum flour, a food that can be produced in Indonesia and have a function close to wheat. Sorghum flour is expected to increase the nutritional and functional value of cookies. To reduce the health risks of saturated fat in cookies, butter is substituted with avocado which contains unsaturated fat and has similar characteristics to butter. The aim of this study was to determine the influence of sorghum flour substitution to chemical, physical, and organoleptic characteristic of cookies, and to know the best cookie formulation. This study used a completely randomized design CRD with one factor that is variation in sorghum flour substitution. The formula is using 50% butter 50% avocado with ratio of wheat flour and sorghum flour 50 w/w; 41 w/w; 32 w/w; 23 w/w; 14 w/w. The data were analyzed using one way Anova and if it showed a significant difference, a further test was carried out with DMRT at α= 5%. Cookies with the best and most preferred formula is cookies with ratio of wheat floursorghum flour 23 w/w that have chemical characteristics including water content ash content protein content fat content carbohydrate content total calories kcal/g, antioxidant activity physical characteristics including hardness N and spread ratio
4bbCfo. 25w1jh5li3.pages.dev/4525w1jh5li3.pages.dev/25625w1jh5li3.pages.dev/11525w1jh5li3.pages.dev/7425w1jh5li3.pages.dev/32025w1jh5li3.pages.dev/30425w1jh5li3.pages.dev/13425w1jh5li3.pages.dev/282
perbandingan telur dan terigu dalam bolu